Senin, 23 Januari 2012

Crowdsourcing

Crowdsourcing, berdasarkan definisi dari kamus Merriam-Webster, adalah “the practice of obtaining needed services, ideas, or content by soliciting contributions from a large group of people and especially from the online community rather than from traditional employees or suppliers“. Seorang jurnalis The Boston Globe, Gareth Cook, pada bulan lalu menulis tentang Crowd Science atau Citizen Science, yang dapat diartikan sebagai pemanfaatan crowdsourcing dalam riset dan pengembangan iptek.
Bagaimana caranya?
Bayangkan Anda adalah seorang arkeolog yang menemukan “harta karun” berupa transkrip kuno di sebuah daerah di Mesir. Daerah ini, yang berjarak lima hari perjalanan dari Memphis, bernama Oxyrynchus. Bukan hanya namanya yang unik, daerah ini juga unik karena sangat kering tanpa pernah hujan. Hal ini membuat transkrip berupa kertas papyrus yang berusia 2000 tahun -beserta teks di dalamnya- terpelihara dengan baik.
Sekitar setengah juta lembar papyrus dibawa ke Oxford University untuk disalin dan diterjemahkan oleh para peneliti. Pekerjaan yang menantang sekaligus menyenangkan, karena ternyata banyak hal yang dapat ditemukan, amat kaya dan beraneka ragam: mulai dari teks komedi, catatan pribadi, sampai nota pembelian kedelai dan kurma. Namun, setelah seratusan tahun berlalu, skrip yang berhasil dikerjakan hanya sekitar 15% dari total koleksi! Berapa banyak lagi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua koleksi?
Karena itulah para peneliti tersebut mengambil langkah baru: membuat sebuah website yang diberi nama Ancient Lives, dan menyediakan sebuah permainan yang data-datanya berasal dari naskah kuno yang sedang mereka teliti. Setiap pengunjung -siapa saja- bisa ikut serta menyalin naskah kuno dengan cara mengidentifikasi gambar pada papyrus. Langkah ini membantu para peneliti, karena hanya dalam waktu singkat saja, pengunjung website yang memainkan game ini telah menyumbang 4 juta salinan!
Inilah salah satu contoh Crowd Science, di mana orang awam -bisa siapa saja- dilibatkan dalam sebuah proyek penelitian ilmiah, setelah diberi “pelatihan” tentang apa yang harus dilakukan. Dalam proyek Ancient Lives, pihak Oxford melibatkan partisipan bukan dengan memberitahu mereka untuk menerjemahkan naskah Yunani kuno -yang pastinya akan membuat frustasi duluan- tapi dengan melibatkan mereka dalam permainan. Karena menyalin/menerjemahkan naskah tersebut adalah tentang mengenali pola (pattern recognition), dan otak manusia amat mahir dalam hal tersebut.
Crowd Science adalah tentang membuka proyek riset yang “berdarah-darah” (membutuhkan banyak effortbaik SDM maupun waktu) kepada masyarakat umum. Salah satu alasan kenapa hal ini muncul adalah karena penelitian pada abad ke-21 ini berkaitan dengan sangat banyak informasi. Peneliti dibanjiri dengan begitu banyak informasi, namun tidak memiliki banyak waktu untuk menginterpretasi semuanya. Dalam contoh di atas, para arkeolog Oxford berurusan setengah juta transkrip yang harus disalin dan diterjemahkan. Pada kasus lain, astronom memiliki foto kondisi langit dari robot teleskop yang terus menerus memantau langit dan secara otomatis menyimpan gambar yang ditangkapnya. Di bidang lain, ahli biologi memiliki jutaan data kode genetika.
Berikut ini adalah beberapa contoh Crowd Science yang pernah dilakukan, selain Ancient Lives:
  1. Pelaporan spesies atau fenomena alam melalui aplikasi pada smartphone. Contohnya, seseorang bisa mengambil gambar serangga yang ditemukannya, kemudian membaginya dengan para ilmuwan. Menurut BBC, melalui salah satu aplikasi ini ditemukan dua spesies yang sebelumnya belum pernah ditemukan di Inggris. Begitu juga dengan fenomena alam, laporan dari masyarakat tentang tanda-tanda alam dapat membantu peneliti mengetahui perubahan iklim.
  2. Galaxy Zoo, sebuah website di mana pengunjung bisa mengkategorisasi gambar galaksi yang disediakan berdasarkan ciri-cirinya (sebelumnya mereka diberi tutorial untuk mengenalinya). Proyek ini diawali dari kewalahan yang dialami tim peneliti, yang baru bisa mengkategorisasi 50.000 galaksi, padahal masih ada jutaan yang belum dikerjakan. Melalui proyek ini, seorang guru di Belanda menemukan awan hijau yang belum pernah diobservasi sebelumnya.
  3. FoldIt, sebuah permainan di mana pengguna bisa menggabungkan berbagai molekul protein menjadi berbagai bentuk yang stabil. Makin stabil lipatan proteinnya, makin besar nilai yang didapatkan pemain. Melalui permainan ini, pernah ditemukan lipatan protein yang penting dalam riset tentang AIDS.
  4. Berbagai proyek lainnya di Zooniverse (Ancient Lives juga tersedia di sini) dan Scistarter
Membuka proyek riset, yang tadinya hanya milik para ahli di lembaga penelitian menjadi milik orang awam, memang bukan hal yang mudah. Salah satu kendalanya adalah tidak semua peneliti mau membuka dan menyebarkan data yang sudah susah payah dikumpulkannya pada masyarakat umum. Menurut Michael Nielsen, seorang fisikawan, pemerintah dapat mendorong peneliti untuk lebih kooperatif dan menyebarkan temuannya sesegera mungkin. Selain itu, perlu ada bentuk reward untuk peneliti di luar publikasi/penemuan pribadinya, sehubungan dengan kontribusi dan semangat berbaginya untuk masyarakat. Mengidentifikasi riset apa yang bisa di-crowdsource, dan bagaimana membangun instrumen pendukungnya juga bukan hal yang mudah. Masih sangat sedikit sekali peneliti yang menggunakan metode ini. Belum ada yang tahu akan mengarah ke mana Crowd Science ini, namun dapat dipastikan dengan metode ini, telah terjadi democratization of discovery, di mana penemuan bukan hanya dihasilkan peneliti di laboratorium, tetapi juga dapat dihasilkan masyarakat awam yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar